Rp 46 Miliar RAPBD di Dinas Kesehatan Rawan Tumpang Tindih Anggaran?
INDRAMAYU - Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2026 Kabupaten Indramayu diduga rawan penyelewengan dan berpotensi tumpang tindih.
Salah satu pos yang rawan tumpang tindih berada pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Indramayu untuk pos pengadaan obat-obatan dan jaminan kesehatan masyarakat untuk rakyat miskin di kota mangga.
Sejumlah aktivis sosial dan kemasyarakatan asal Indramayu menilai RAPBD Pada pos pengadaan obatan-obatan, perawatan dan modal kesehatan sebesar Rp 3,38 miliar ini dinilai mencurigakan karena ditemukan angka absurd dan berpotensi biaya ganda. Selain itu terdapat angka 41 miliar untuk klaim kesehatan (PBI-D) yang dinilai berpotensi ganda biaya.
"Pada RAPBD pos obat-obatan, perawatan dan modal kesehatan dengan kode belanja 13.5.1.01.00.0037 (Belanja Obat-obatan-Obat) Rp 2.659.060.250 dan kode belanja 14. 5.1.01.00.0038
untuk Belanja Obat-obatan lainnya Rp 733.096.000 sangat rawan berpotensi tumpang tindih dengan anggaran dari pusat dan BPJS,"kata aktivis sosial, Agus TD kepada Intijayakoran.com,Jumat (7/11).
Menurutnya, pada angka-angka rawan di 19 poin yang berjumlah Rp 193 miliar itu salah satu yang mencolok berpotensi tumpang tindih dan biaya ganda berada di pos Dinas Kesehatan.
RAPBD untuk pengadaan obat ini angkanya tidak main-main sebesar Rp 3.38 miliar. Dalam dokumen RAPBD yang berisi rencana keuangan tahunan pemerintah daerah untuk satu tahun anggaran yang mencakup perkiraan pendapatan, alokasi belanja, dan pembiayaan daerah muncul pos anggaran pengadaan obat-obatan yang berpotensi biaya ganda.
Ia mengkritik, dokumen RAPBD yang semestinya menjadi dasar pembahasan bersama antara pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebelum disahkan menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sangat lemah kontrol. Karena itu, harus benar-benar dikawal semua pihak mengingat rawan kolusi antara eksekutif dan legeslatif, dan berbau nepotisme karena kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Dalam analisanya, potensi biaya ganda atau item yang mencurigakan sering kali tersembunyi dalam duplikasi nomenklatur kegiatan, terutama untuk belanja yang sifatnya umum (Belanja Barang dan Jasa).
Berdasarkan dokumen RAPBD 2026, berikut item-item yang secara khusus mencurigakan atau berpotensi biaya ganda dan membutuhkan klarifikasi serius dari pihak yang terkait dalam hal ini DPRD Indramayu.
Yang paling jelas mencocolok berpotensi biaya ganda atau duplikasi nomenklatur yakni
pada sub kegiatan Belanja Barang dan Jasa khususnya, Administrasi Umum Perangkat Daerah sebesar Rp42.000.000.
Menurutnya, biaya dibawah kode ini berpotensi ganda dengan item-item spesifik di bawahnya seperti ATK, pemeliharaan, dan lain-lain.
"Perlu dipastikan Rp42 juta ini untuk komponen apa saja, karena model-model RAPBD kecil-kecilan begini ada puluhan pos terutama biaya rapat koordinasi (Rakor). Jika dijumlahkan angkanya bisa miliaran anggaran yang tidak jelas,"tegas lelaki kurus yang terkenal dengan panggilan Agus Tiang Dermajeng.
Khusus di Dinas Kesehatan, lanjut Agus, ditemukan Item mencurigakan dengan nilai sangat besar dan penuh resiko penyimpangan. Ia mengajak semua pihak mengkontrol dan ikut terlibat mengawasi ketat terutama pada Sub Kegiatan Belanja Barang dan Jasa.
Ia mencontohkan, pada kode belanja 1.1.02.02.2.02.0026 Pengelolaan Jaminan Kesehatan Masyarakat Rp17.268.627.500. Angka fantastis ini adalah biaya yang biasanya terkait langsung dengan pembayaran klaim/premi untuk masyarakat yang tidak mampu (JKN Daerah/PBI). Tingginya nilai menunjukkan fokus besar di JKN dan bisa jadi ada rekayasa pengeluaran.
Begitupun yang tercantum pada kode belanja 2. 1.02.02.2.02.0024 Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Dasar Melalui Pendekatan Keluarga sebesar Rp26.427.934.200. Nilai terbesar biaya ini sangat sensitif karena mencakup semua kebutuhan operasional program Puskesmas, termasuk outreach ke keluarga.
Ini berpotensi tumpang tindih dengan operasional rutin Puskesmas yang menggunakan dana BLUD atau sumber lain jika tidak dikoordinasikan.
Kesimpulan analisis
secara umum, potensi biaya ganda paling besar berada di kelompok Belanja Administrasi Umum khususnya pada pos logistik mudah tumpang tindih.
Beberapa item dengan nilai-nilai ini memang fantastis dan perlu diurai untuk memahami ke mana dana miliaran rupiah itu mengalir yaitu pada dua sub kegiatan dengan total anggaran Belanja Barang dan Jasa (5.1.02) lebih dari Rp43 Miliar.
Menurut analisisnya, rincian anggaran kesehatan bernilai tinggi dan tidak relevan. Khusus Pada kode belanja 1. 1.02.02.2.02.0024 Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Dasar Melalui Pendekatan Keluarga Rp26.427.934.200 berpotensi ganda. Pasalnya, jumlah keluarga yang sudah dikunjungi dan diintervensi masalah kesehatannya oleh tenaga kesehatan puskesmas bisa terjadi dobel anggaran.
Perlu dipastikan bahwa alokasi ini tidak tumpang tindih dengan sumber dana lain seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) atau dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang mungkin diterima Puskesmas/Rumah Sakit.
"Pertanyaan kunci, apa yang dibiayai? Anggaran ini hampir pasti mencakup biaya operasional Puskesmas Keliling (Pusling), transportasi dan uang harian tenaga kesehatan untuk kunjungan rumah (karena targetnya adalah kunjungan dan intervensi keluarga).
Potensi tumpang tindih sangat tinggi karena dana ini sangat rentan tumpang tindih dengan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diterima langsung oleh Puskesmas (terutama Puskesmas BLUD) dan juga Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang bersumber dari DAK Non-Fisik,"jelas Agus.
Menurutnya, ada yang secara khusus perlu diperhatikan. Apakah biaya transport dan outreach sudah dialokasikan di BOK? Jika ya, pos Rp26,4 miliar ini bisa jadi duplikasi atau mengisi kekurangan BOK.
Perlu diwaspada, jumlah Rp26,4 miliar sangat besar berkedok volume kunjungan dan intervensi keluarga di wilayah tersebut sangat tinggi, atau biaya operasional per kunjungan (transport, insentif Nakes) sangat mahal.
Lebih gamblang dibeberkan Agus, pada kode belanja 2. 1.02.02.2.02.0026 Pengelolaan Jaminan Kesehatan Masyarakat Rp17.268.627.500 ini sangat rentan di korupsi berkedok kebijakan pro rakyat miskin.
Risiko dan Pertanyaan Kunci. Apa yang dibiayai?. Dalam konteks Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pos ini hampir selalu digunakan untuk pembayaran iuran Penerima Bantuan Iuran Daerah (PBI-D), yaitu masyarakat miskin yang iurannya tidak ditanggung oleh APBN, padahal belum tentu itu tidak di klaim di BPJS pusat.
Bisa Diselamatkan
Risiko tumpang tindih anggaran (double counting) di pos ini relatif rendah, asalkan, data PBI-D Akurat. Selain itu, harus dipastikan data masyarakat yang dibiayai (PBI-D) tidak tumpang tindih dengan data PBI yang dibiayai oleh APBN atau data peserta JKN Mandiri. Menurutnya, penyaluran ke BPJS harus benar-benar nyata: Uang ini disalurkan ke BPJS Kesehatan untuk membayar premi/iuran. Audit harus fokus pada kepatuhan pembayaran dan verifikasi data peserta PBI-D.
"Karena sifatnya adalah pembayaran iuran (premium), ini bukan biaya yang 'di-markup'. Namun, transparansi data peserta dan proses pembayaran ke BPJS adalah titik kritis pengawasan. Kesimpulan,
kedua pos ini mencerminkan fokus utama daerah pada pelayanan kesehatan. Pos Jaminan Kesehatan Masyarakat (Rp17,2 M) relatif lebih jelas peruntukannya (PBI-D), namun pos Pelayanan Kesehatan Dasar Melalui Pendekatan Keluarga (Rp26,4 M) memiliki risiko tumpang tindih yang tinggi dengan dana BOK/DAK dan perlu diurai secara
kita juga pertanyakan belanja untuk pencegahan dan penanganan DBD yg begitu penting namun belum jelas teranggarkan.
Analis politik dan sosial keagamaan asal Indramayu, Adlan Daie menegaskan, harus selalu dikritisi semua angka angka RAPBD terutama pada pos-pos anggaran yang mencurigakan dan rawan tumpang tindih.
"Perlu dikawal publik karena kami nilai banyak pemborosan untuk urusan seremoni dan dan perjalanan dinas. Jangan berharap kontrol dewan. Kebanyakan, mereka hanya mengamankan kepentingannya, bukan kepentingan rakyat,"tegas Adlan Daie sambil menambahkan sangat prihatin anggaran untuk kepentingan kesehatan rakyat miskin juga diduga dikadali diutak-atik demi kepentingan segelintir pejabat kota mangga.
Bupati Indramayu Lucky Hakim belum memberikan tanggapan atas kritik tersebut. Pesan singkat yang dikirim wartawan ke nomor pribadinya Kamis sore (6/11) belum direspons. (Sai)
0Komentar