Petisi GAIB : "Lebih Baik Tidak Berlayar Daripada Tidak Sampai Tujuan"
BANYUWANGI - Tragedi tenggelamnya kapal Tunu Pratama Jaya pada Rabu malam, 2 Juli 2025, di Selat Bali lintasan penyeberangan Ketapang–Gilimanuk, kembali menyayat hati bangsa. Peristiwa memilukan ini menelan korban jiwa dan mengguncang nurani publik.
Gelombang duka datang tidak hanya dari keluarga korban, tetapi juga dari berbagai elemen masyarakat—nelayan, aktivis, politisi, hingga institusi seperti TNI, Polri, dan Basarnas—yang turut bahu-membahu dalam proses evakuasi dan pencarian korban.
Sebagai bentuk keprihatinan dan perlawanan moral terhadap terus terulangnya kecelakaan laut akibat lemahnya pengawasan dan regulasi, Gerakan Aktivis Indonesia Bersatu (GAIB) pada 19 Juli 2025 meluncurkan Petisi Nasional bertajuk “Tolak Kapal Tidak Laik Laut di Selat Bali.”
“Lebih Baik Tidak Berlayar Daripada Tidak Sampai Tujuan”
Petisi ini lahir dari keresahan mendalam atas minimnya perhatian terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran, khususnya di jalur padat dan vital seperti Selat Bali. Selain mengangkat isu perlindungan bagi para penumpang, petisi ini juga menyuarakan keselamatan anak buah kapal (ABK) yang tergabung dalam Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI) Selat Bali Jawa-Bali.
Menurut Ketua PPI sekaligus kuasa hukum mereka, Edi Susanto, S.H., ribuan ABK bekerja di atas kapal-kapal yang berpotensi membahayakan nyawa. Tragedi Tunu Pratama Jaya menjadi bukti nyata, di mana kapal yang diduga merupakan eks Landing Craft Tank (LCT) yang dikonversi menjadi Kapal Motor Penumpang (KMP), nyatanya tak mampu menjamin keselamatan.
Peringatan Sudah Pernah Disampaikan Sejak 2016
Edi mengungkapkan bahwa pihaknya sejak 26 September 2016 sudah pernah melayangkan surat keberatan kepada instansi terkait atas digunakannya kapal LCT sebagai kapal penumpang. Menurutnya, konversi fungsi kapal dari angkutan barang militer menjadi kapal penumpang adalah kebijakan yang keliru dan berbahaya.
“Larangan penggunaan kapal LCT seharusnya ditegakkan. Sayangnya, para pengusaha justru mengambil jalan pintas dengan mengubah fungsi kapal tanpa memperhitungkan aspek keselamatan. Ini seperti bom waktu yang siap meledak kapan saja,” ujar Edi. Dalam pesan tertulisnya, Minggu (20/7/2025).
Desakan Moril dan Hukum untuk Reformasi Maritim
Lewat petisi ini, GAIB dan PPI mendesak pemerintah—baik pusat maupun daerah—agar tidak lagi memberikan izin operasi bagi kapal-kapal tidak laik laut, terutama di jalur penyeberangan Ketapang–Gilimanuk. Mereka menegaskan pentingnya reformasi menyeluruh dalam kebijakan keselamatan pelayaran nasional.
“Kami mendukung penuh gerakan ini. Jangan tunggu tragedi berikutnya. Lebih baik tidak berlayar daripada tidak sampai tujuan,” tutup Edi tegas. (***)
0Komentar