Puluhan Wartawan Desak Polres Situbondo Usut Tuntas Kekerasan Terhadap Jurnalis
SITUBONDO — Sabtu, 2 Agustus 2025 — Suasana depan Mapolres Situbondo hari ini dipenuhi gelombang solidaritas dari puluhan jurnalis dan elemen masyarakat yang menyuarakan keadilan atas insiden kekerasan terhadap wartawan Humaidi dari Radar Situbondo. Dalam aksi damai yang berlangsung sejak pagi, para peserta aksi mengecam keras tindakan represif yang menimpa insan pers dan menuntut pihak kepolisian agar segera menangkap serta memproses pelaku kekerasan sesuai hukum.
Aksi ini berlangsung secara tertib namun penuh semangat. Para peserta mengusung berbagai poster dan spanduk bertuliskan "Lindungi Wartawan", "Jurnalis Bukan Musuh", serta "Usut Tuntas Penganiayaan Wartawan". Tiga tuntutan utama mereka gaungkan berulang-ulang: usut tuntas, tangkap pelaku, dan tegakkan keadilan.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Situbondo, Edi Supriono, menegaskan bahwa kekerasan terhadap wartawan merupakan ancaman serius terhadap demokrasi. "Kami hadir untuk membela marwah profesi kami. Ini bukan hanya soal luka fisik, tetapi juga soal prinsip: bahwa jurnalis punya hak dilindungi dalam menjalankan tugas jurnalistiknya," ujar Edi lantang di hadapan massa.
Humaidi, jurnalis yang menjadi korban, juga hadir dan menyampaikan testimoni langsung. Ia mengaku masih terguncang secara psikis akibat insiden yang dialaminya. "Saya hanya meliput unjuk rasa, mengenakan identitas pers, tapi tetap diseret dan dipukul. Ini jelas pelanggaran hukum dan pelecehan terhadap profesi kami. Saya minta keadilan ditegakkan," ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, turut hadir salah satu aktivis muda Situbondo, Amirul Mustafa, yang menyampaikan pernyataan keras terhadap situasi yang dinilai sebagai cermin pembiaran kekuasaan terhadap pelanggaran hukum di tingkat daerah. Ia mengatakan bahwa pihaknya akan mengirim surat resmi kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, terkait insiden kekerasan terhadap wartawan di Situbondo.
> "Kami akan menyurati Presiden Prabowo secara resmi untuk melaporkan kejadian ini. Kami meminta Presiden tidak membiarkan lahirnya raja-raja kecil di daerah yang sewenang-wenang dan kebal hukum, seperti yang kami saksikan terjadi di Situbondo ini," ujar Amir dengan tegas.
Amirul menambahkan, jika kekerasan terhadap jurnalis dibiarkan, maka bukan hanya kebebasan pers yang terancam, tetapi juga hak publik atas informasi yang jujur dan berimbang. Ia menegaskan bahwa demokrasi tanpa kebebasan pers hanya akan melahirkan tirani dalam balutan administratif.
Aksi solidaritas hari ini kemudian ditutup dengan pembacaan deklarasi bersama oleh perwakilan komunitas wartawan, yang memuat tiga poin utama:
1. Mendesak Kapolres Situbondo segera mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap wartawan Humaidi.
2. Menuntut agar pelaku ditangkap dan diproses hukum secara terbuka tanpa intervensi kekuasaan.
3. Meminta jaminan perlindungan hukum bagi seluruh wartawan yang menjalankan tugasnya di lapangan.
Gelombang solidaritas ini membuktikan bahwa kebebasan pers bukanlah isu satu profesi, melainkan isu publik dan demokrasi. Kini sorotan publik tertuju pada langkah konkret yang akan diambil Polres Situbondo dan pemerintah daerah. Masyarakat dan komunitas pers menunggu jawaban: apakah hukum akan ditegakkan, atau justru dibiarkan lumpuh di bawah tekanan kekuasaan lokal?
(Redaksi )
0Komentar