Kasus Penebangan Pohon di Kawasan Hutan lindung 'Beach Forrest' Berlanjut ke Pelaporan
SITUBONDO.XPOSENEWS.COM - Sejumlah aktivis lingkungan hidup dan Kehutanan melakukan pelaporan kerusakan hutan lindung di petak 41 desa Kalatakan kecamatan kendit kabupaten Situbondo Jawa Timur ke Mabes Polri dan Kementrian kehutanan RI, Kementrian Kelautan di Jakarta.
Berawal dari kasus Penebangan kayu jenis sengon buto oleh pengelola wisata Beach Forrest (12/3/2025) bersama sama dengan karyawan perhutani (Asper) BKPH Penarukan dan jajarannya di kawasan hutan lindung petak 41 yang di duga tanpa izin dari kementrian kehutanan RI di anggap ilegal dan melanggar Peraturan dan Undang-undang tentang kehutanan khususnya hutan lindung negara.
Hutan lindung yang seharusnya dilindungi justru di rusak hanya demi kepentingan wisata 'Beach Forrest' yang tidak bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan kelestarian alam. Kawasan hutan lindung dan pantai adalah kawasan yang harus di lindungi kelestariannya.
Namun sayangnya, data menunjukkan bahwa pantai yang menyatu dengan kawasan hutan lindung petak 41 di desa Kalatakan kecamatan kendit kabupaten Situbondo malah di alih fungsi menjadi kawasan destinasi wisata yang merusak ekosistem alam kawasan hutan mangrove di sepadan pantai yang kondisinya kritis. Padahal, apabila terjadi kerusakan atau deforestasi pada hutan mangrove maka akan menyebabkan terganggunya fungsi mangrove sebagaimana mestinya.
Salah satu langkah yang dapat diambil untuk menanggulangi deforestasi yaitu rehabilitasi hutan mangrove. Menurut PP Nomor 76 Tahun 2008, rehabilitasi hutan dan lahan adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Berikut merupakan peran penting rehabilitasi hutan mangrove.
Rehabilitasi mangrove dapat menekan laju deforestasi khususnya pada ekosistem mangrove sehingga dapat mencegah kehilangan biodiversitas yang lebih banyak serta dapat mengembalikan biodiversitas yang sebelumnya hilang.
Mengembalikan fungsi mangrove sebagai sistem penyangga kehidupan,
mangrove dapat menjadi pelindung kawasan pesisir karena hutan mangrove mampu menjadi pemecah serta gelombang air laut.
Adanya rehabilitasi tentu saja dapat mengembalikan fungsi mangrove sebagai pelindung kawasan sehingga kerusakan yang ditimbulkan oleh gelombang, abrasi, serta badai dapat berkurang.
Mengembalikan fungsi mangrove sebagai penyimpan karbon, hutan mangrove mampu mereduksi CO2, Ketika hutan mangrove dipulihkan maka hutan mangrove pun dapat kembali menjalankan fungsinya sebagai penyimpan karbon.
Hal ini tentu saja dapat mengurangi jumlah emisi karbon di udara sehingga dapat berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim global.
tindakan pengusulan perubahan kawasan pantai dan hutan lindung menjadi kawasan wisata
dinilai, hal ini bertentangan dengan perencanaan tata ruang yang diatur dalam PP No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dan PP No. 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang.
Sepatutnya, berdasarkan ketentuan pada Pasal 1 angka 1 Undang Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Pasal 2 & 3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Jika perubahan fungsi dilakukan tanpa kajian lingkungan yang memadai, maka dapat bertentangan dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur tentang pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Mengacu kepada Perjanjian kerjasama (PKS) Perhutani dengan pelaku usaha wisata 'Beach Forrest' di nilai sudah tak sesuai dengan ketentuan isi kerjasamanya dimana telah terjadi, Perusakan hutan lindung sesuai Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H).
Selain UU P3H, perusakan hutan lindung dijerat PP Nomor 76 Tahun 2008 dibuat untuk melaksanakan ketentuan Pasal 42 ayat (3), Pasal 44 ayat (3), dan Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
Aktivis GIPSI Meminta kepada Perum Perhutani untuk mencabut PKS dengan pihak pengelola wisata 'Beach Forrest' Situbondo dan Reboisasi kembali kawasan tersebut kembali menjadi hutan lindung.
"Kami telah membuat surat laporan kepada Diretur Perhutani untuk membatalkan / mencabut PKS Penggunaan kawasan hutan lindung petak 41 antara pihak pengelola wisata 'Beach Forrest' dengan Perum Perhutani KPH Bondowoso Devre Jawa Timur. dan melaporkan oknum keterlibatan karyawannya (Asper) BKPH Penarukan KRPH Kendit untuk di berikan sanksi atas keterlibatannya dalam Pengrusakan hutan lindung petak 41." Terang Edi Siroto sekjen GIPSI. Selasa (18/3/2025).
Tak hanya melaporkan kepada Perum Perhutani, GIPSI juga membuat surat laporan terkait perusakan hutan lindung petak 41 kepada Kepolisian Republik Indonesia (Polri) Kementrian Kehutanan dan Kementrian Kelautan RI. dan meminta kawasan tersebut harus sepenuhnya kembali di jadikan kawasan hutan Lindung dan kawasan hutan mangrove yang memiliki fungsi perlindungan untuk kelestarian alam di pesisir pantai.
Hal ini sejalan dengan komunitas pegiat lingkungan hidup, Gerakan Independen Peduli Sumber Daya Alam Indonesia (GIPSI) yang menyebutkan bahwa mangrove dapat berfungsi untuk menjaga garis pantai supaya tetap stabil, melindungi pantai dan tebing sungai dari proses abrasi, serta meredam dan menahan hempasan badai tsunami.
Selain itu, mangrove juga berperan sebagai kawasan penyangga proses rembesan air laut ke darat. Selanjutnya, hutan mangrove dapat menyediakan jasa lingkungan berupa penyimpanan karbon.
(Ari-red)
0Komentar