TfYpGSdiGSG6TUC6GSroTpOoGi==
Light Dark
GAKKUM LHK Jabal Nusra Jawa Timur Terancam di gugat, dalam Kasus penghilangan barang bukti kasus Ilegal Logging Hutan Lindung di Bondowoso

GAKKUM LHK Jabal Nusra Jawa Timur Terancam di gugat, dalam Kasus penghilangan barang bukti kasus Ilegal Logging Hutan Lindung di Bondowoso

×
GAKKUM LHK Jabal Nusra Jawa Timur Terancam di gugat, dalam Kasus penghilangan barang bukti kasus Ilegal Logging Hutan Lindung di Bondowoso
Kasus perambahan hutan.
Pengenaan sanksi pidananya tidak hanya terbatas terhadap para pelaku saja, tapi juga bisa dikenakan kepada para pejabat yang membiarkan perusakan kawasan hutan terjadi.

BONDOWOSO.XPOSENEWS.COM - Perambahan atau kegiatan ilegal di dalam kawasan hutan marak terjadi. Hutan lindung di wilayah Situbondo dan Bondowoso yang kini sebagian besarnya telah menjadi kawasan perkebunan kopi dan pertanian terbangun tanpa izin kehutanan di dalam kawasan hutan, hingga terjadi aksi perbuatan kejahatan lingkungan yang di sengaja seperti kasus perambahan, pembalakan dan kasus ilegal logging di kawasan hutan negara oleh oknum masyarakat.

Padahal pengenaan sanksi pidananya bukan hanya terbatas terhadap para pelaku saja, tapi juga bisa dikenakan kepada para pejabat yang membiarkan perusakan kawasan hutan terjadi.

Gerakan Independen Peduli Sumberdaya alam Indonesia (GIPSI) Edi Siroto menjelaskan, pembiaran perambahan atau perusakan kawasan hutan, termasuk kawasan lindung, merupakan perbuatan melawan hukum. Ketika kawasan hutan dirambah, dan pihak yang diberi wewenang untuk melakukan pengelolaan dan pengawasan tidak melakukan tindakan, maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan bertentangan dengan kewajiban hukum.

"Atas tindakan pembiaran tersebut, maka sesuai dengan Pasal 104, 106, UU P3H 424 KUHP (Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan), dapat dipidana," kata Edi, kamis (6/2/2025).

Pasal 104 UU P3H dimaksud Edi berbunyi “Setiap pejabat yang dengan sengaja melakukan pembiaran terjadinya perbuatan pembalakan liar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 17 dan Pasal 19, tetapi tidak menjalankan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 15 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp.1 miliar dan paling banyak Rp7,5 miliar."

Direktorat Jenderal Penegakan Hukum LHK, atau GAKKUM LHK, Menurut Edi Siroto, selain pejabat yang dapat dipidana, kementerian/lembaga yang menjadi pemegang kewenangan, dalam hal ini KLHK, tetapi tidak melakukan langkah-langkah konkret dan menimbulkan kerugian, juga dapat digugat secara perdata bahkan tata usaha negara (TUN).

"Gugatan perdata pasal 71. P3H Masyarakat menggugat adanya kerusakan hutan, terkait dengan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian, sedangkan TUN atas tidak berbuat/bertindaknya pejabat yang berwenang untuk mencegah dan menanggulangi perbuatan," terang Edi.

Edi menjelaskan, tak hanya UU P3H, beberapa peraturan perundang-undangan lainnya juga bisa digunakan dalam penegakan hukum kehutanan, termasuk perambahan dan ilegal logging di dalam kawasan hutan Negara.

Pasal 78 ayat (3) UU Kehutanan, sebagaimana telah diubah UU Cipta Kerja, menyebut, "Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a (mengerjakan, menggunakan, dan/atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah) dipidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp7,5 miliar.".

"Kita laporkan perambahan hutan lindung dan ilegal logging di petak 7 dan petak 8 masuk dalam hutan lindung desa Penang kecamatan Botolinggo kabupaten Bondowoso. Baik melalui Perhutani setempat dan pihak Aparat Penegak Hukum (APH) Polri dan Direktorat Jenderal Penegak hukum GAKKUM LHK. Kasus perambahan dan ilegal logging telah mendapat respon dari pihak GAKKUM Jabal Nusra Jawa timur, sejumlah penyidik dan anggota GAKKUM turun ke lokasi tempat kejadian perkara (TKP). 

Namun penegakan hukum terhadap perambahan dan ilegal logging  di kawasan hutan lindung, sepertinya tak membuahkan hasil seperti yang di harapkan, pihak pelaku tidak mendapatkan sanksi apapun dari perbuatannya yang telah mengakui melakukan perambahan dan ilegal logging. 

Justru kasus berat tersebut diduga ada upaya mengaburkan fakta hukum, dari pihak GAKKUM Jabal Nusra Jawa Timur, telah melakukan menghilangkan barang bukti berupa kayu yang telah berbentuk olahan Balok dari hasil ilegal logging di TKP dengan cara di musnahkan dengan dibakar disaksikan oleh GAKKUM Jabal Nusra. yang disaksikan langsung oleh para pihak, pejabat perhutani dan sejumlah masyarakat yang mengikuti termasuk yang di duga pelaku.

"Kami bersama penasehat hukum GIPSI akan melayangkan surat Somasi guna meminta klasifikasi terkait perbuatan oknum APH GAKKUM Jabal Nusra Jawa Timur. dan meminta penjelasan hasil dari proses hukum yang telah dijalankan, karena sampai saat ini kami belum menerima informasi lebih lanjut dan salinan SP2HP dari pihak GAKKUM Jabal Nusra Jawa Timur. Kalau memang butuh keterangan lebih lengkap terkait laporan Kami, kami siap memberikan data lengkap dari hasil investigasi kami kepada para pihak-pihak terkait." Ujar Edi Siroto dengan tegas.

Edi Siroto menyatakan, pihaknya sebagai masyarakat yang peduli terhadap lingkungan dan hutan lestari, akan terus memantau dan mengikuti perkembangan penegakan hukum dari pihak GAKKUM Jabal Nusra Jawa Timur. dalam hal ini pihak pengelola kawasan hutan negara agar lebih serius dalam memberikan kebijakan terkait kawasan hutan lindung, apabila terjadi hal hal yang akan berdampak negatif dan merusak fungsi dari hutan lindung yang merugikan masyarakat secara luas dan negara, supaya  menghentikan aktivitas perambahan tersebut. Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan pemerintah setempat dan Perhutani, sekaligus sosialisasi dan memberikan peringatan kepada para pelaku perambahan untuk tidak melakukan perambahan hutan untuk kebun tanaman apapun yang dampaknya adalah merusak hutan lindung.

Asisten perusahaan (Asper) Perhutani BKPH prajekan Adi Mulyono menerangkan, pokok perkara terkait dengan kasus perambahan hutan lindung dan dugaan ilegal logging di petak 7 dan 8 dalam kawasan hutan lindung.

"Saat saya diminta hadir ke lokasi lahan di petak 7 dan 8 hutan lindung, semua sudah berkumpul di lokasi petak 8, ada sebuah pondok yang terbuat dari bahan material kayu berbentuk olahan dari hasil penebangan kayu di lokasi tersebut, saat saya datang posisi pondok di dalam kawasan hutan sudah kondisi terbakar yang disaksikan oleh Waka ADM (Sukirno) dan Mantri KRPH Keladi, (Rindu) KRPH Prajekan, (Susilo) dan semua petugas perhutani Mandor, serta pejabat dari GAKKUM 4 orang yang saya kenal bernama pak Dodik dan Pak Luki. bersama masyarakat petani desa Penang." Ujarnya.

Adapun kasus perambahan dan ilegal logging di petak 7 dan 8 dalam kawasan hutan lindung kurang lebihnya seluas 5 hektar, lahan tersebut sampai saat ini tetap di garap oleh pelaku yang melakukan perambahan dan pemotongan pohon di lahan tersebut, dan dijadikan lahan garapan tanaman kopi.

"Kami pihak petugas dari perhutani melalui KRPH masing masing sudah melaporkan lampiran huruf A terkait leter Tunggak kayu yang di tebang di kawasan hutan lindung, dan kami juga telah di periksa (BAP) oleh pihak GAKKUM Jabal Nusra di kantor dan diminta laporan huru A sesuai yang kami leter di dua petak tersebut, selanjutnya untuk proses hukumnya kami menyerahkan sepenuhnya kepada pihak GAKKUM." terang Asper Prajekan sambil menunjukkan bukti data Laporannya.

Dalam hal ini pihak GAKKUM selama menjalankan penyelidikan kasus perambahan dan ilegal logging di kawasan petak 7 dan 8 hutan lindung desa Penang Bondowoso, turun ke lokasi namun tidak membawa barang bukti dari hasil kejahatan terkait kasus tersebut.  

Barang bukti adalah benda yang dibutuhkan untuk keperluan pemeriksaan, baik dalam tingkat penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan di sidang pengadilan. Barang bukti merupakan bagian penting dalam mengungkap suatu peristiwa pidana yang terjadi.

Ancaman pidana bagi pelaku penghilangan barang bukti Menghilangkan atau merusak barang bukti merupakan tindak pidana yang ancaman hukumannya tidak main-main.

Ketentuan mengenai perbuatan menghilangkan barang bukti diatur salah satunya di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 221 ayat (1) ke-2 KUHP mengatur tentang ancaman pidana bagi pelaku yang menghilangkan barang bukti. Pelaku yang melakukan hal ini dapat diancam pidana penjara paling lama empat tahun. 
Pasal 221 KUHP mengatur tentang tindak pidana yang menghalangi proses hukum atau obstruction of justice. Apalagi penghilangan barang bukti ini dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum dan pejabat yang berwenang.

(Gus Ari- red)

0Komentar

SPONSOR