Tolak Kenaikan PBB Koordinator Posko Penolakan Melakukan Aksi Protes Di Kantor Bupati Banyuwangi
BANYUWANGI – Gelombang penolakan terhadap kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merebak di Banyuwangi. Sejumlah warga membentuk posko aksi sebagai bentuk protes terhadap kebijakan baru yang dianggap memberatkan masyarakat.
Koordinator Posko Penolakan, Muhammad Helmi Rosyadi, menjelaskan bahwa pemerintah daerah memberlakukan tarif tunggal (single tarif) PBB Pedesaan dan Perkotaan (P2) sebesar 0,3 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Perubahan ini dinilai membuat beban pajak melonjak tajam.
“Tarif 0,3 persen itu sekilas terlihat kecil, tetapi faktanya PBB bisa naik hingga tiga kali lipat dibanding sebelumnya. Sebab, sistem tarif progresif yang selama ini berlaku dihapus,” kata Helmi.
Dari Tarif Progresif ke Tarif Flat
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang disahkan dalam rapat paripurna DPRD Banyuwangi pada 6 Agustus 2025, Pasal 9 menetapkan penerapan tarif flat 0,3 persen.
Sebelumnya, sistem tarif progresif mengatur beban pajak sesuai kemampuan ekonomi: 0,1 persen untuk masyarakat berpenghasilan rendah, 0,2 persen untuk kelas menengah, dan 0,3 persen untuk kalangan mampu. Kini, semua dikenakan tarif yang sama.
Bagi sebagian warga, perubahan ini dipandang menghilangkan keadilan dalam sistem perpajakan. “Ini seperti menempatkan semua lapisan masyarakat di posisi yang sama, padahal kemampuan ekonominya berbeda,” ujar Helmi.
Sebagai bentuk perlawanan, warga mendirikan Posko Rakyat di Jalan A. Yani, tepat di depan Taman Makam Pahlawan Wisma Raga Satria. Aksi ini bertepatan dengan bulan peringatan Kemerdekaan RI, yang bagi mereka menjadi simbol perjuangan menolak kebijakan yang dinilai menekan perekonomian rakyat.
“Lebih dari 1,7 juta penduduk Banyuwangi akan terdampak. Kami ingin pemerintah mendengar suara masyarakat dan benar-benar peduli atas jeritan yang mereka suarakan,” tegas Helmi. (HLF & Tim)
0Komentar