TfYpGSdiGSG6TUC6GSroTpOoGi==
Light Dark
Nasib Pilu, 9 Tahun Kerja di Singapura, TKW Asal Indramayu Pulang Hanya di Gaji Rp12 Juta

Nasib Pilu, 9 Tahun Kerja di Singapura, TKW Asal Indramayu Pulang Hanya di Gaji Rp12 Juta

×
Nasib Pilu, 9 Tahun Kerja di Singapura, TKW Asal Indramayu Pulang Hanya di Gaji Rp12 Juta
INDRAMAYU - L (28), seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Desa Loyang, Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mengalami nasib pilu. Setelah sembilan tahun bekerja di Singapura sebagai pekerja rumah tangga, ia hanya menerima upah Rp12 juta dan pulang ke tanah air dalam kondisi depresi akibat tekanan fisik serta psikis yang dialaminya.

Diketahui, L berangkat ke Singapura pada 2016 melalui P3MI/PT Sekar Tanjung Lestari, yang beralamat di Grogol City, Jakarta Barat. Saat mendaftar, ia baru lulus SMA. Namun, pihak perusahaan perekrut justru memanipulasi usianya dengan menambahkan lima tahun demi memenuhi syarat penempatan kerja.

Setibanya di Singapura, L ditempatkan di sebuah keluarga sebagai pekerja rumah tangga. Selama sembilan tahun bekerja, ia hidup dalam keterbatasan komunikasi dengan keluarga di kampung halaman. Ironisnya, meski setiap bulan ia dipaksa menandatangani kwitansi penerimaan gaji, uang tersebut tidak pernah benar-benar diberikan oleh majikan.

Puncak masalah terjadi pada Maret 2025. Saat keluarga L meminta gaji yang seharusnya diterima untuk biaya sekolah adiknya, majikan hanya menyerahkan 1.000 dolar Singapura atau sekitar Rp12 juta. Jumlah itu sangat jauh dari upah sembilan tahun penuh yang seharusnya ia peroleh.

Situasi semakin memburuk pada Juli 2025. L tiba-tiba dibawa ke rumah sakit jiwa oleh orang kepercayaan majikan dalam kondisi tidak sadarkan diri. Ia dirawat selama sebulan tanpa penjelasan jelas mengenai kondisinya. 

Usai perawatan, pihak rumah sakit langsung memulangkannya ke Indonesia tanpa memberikan keterangan apa pun. Setibanya di Bandara Soekarno-Hatta, pihak imigrasi menghubungi keluarga untuk menjemputnya. Saat itu, L masih dalam kondisi depresi ringan.

Kasus ini kemudian resmi diadukan ke Dewan Pimpinan Cabang Serikat Buruh Migran Indonesia (DPC SBMI) Indramayu pada 15 Agustus 2025. Saat ini, SBMI memberikan pendampingan intensif, termasuk menyiapkan pengaduan resmi ke Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI/KP2MI) dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura, agar hak-hak L dapat diperjuangkan secara hukum.

“Upaya yang sudah kami lakukan ialah berkoordinasi bersama jaringan di Singapura untuk melaporkan majikan dan agensi ke Ministry of Manpower (MOM) Singapura. Selanjutnya, kami juga akan mengajukan pengaduan ke KP2MI maupun KBRI Singapura,” ujar Jaenuri, Ketua DPC SBMI Indramayu, Rabu (20/8/2025).

Jaenuri menilai, kasus L menggambarkan rapuhnya sistem pelindungan bagi buruh migran Indonesia. Masalah tersebut muncul sejak proses perekrutan yang sarat manipulasi, diperparah lemahnya pengawasan negara di luar negeri, hingga praktik kekerasan ekonomi dan psikis yang dialami pekerja.

“Kasus seperti ini bukan yang pertama kali. Ratusan buruh migran asal Indramayu kerap menghadapi praktik serupa, upah tidak dibayar, identitas dipalsukan, hingga diperlakukan tidak manusiawi. Negara tidak boleh lagi abai, tetapi harus hadir secara konkret untuk memastikan keadilan bagi para pahlawan devisa,” tegasnya.

(Sai)

0Komentar

SPONSOR